WELCOME TO MY BLOG

Welcome to my Blog。◕‿‿◕。!!
Thank you for visiting.
Please leave some comments in every page you read.
Also, please noted that this is originally my works and I have rights of these all. So for re-post or re-use, confirm 1st to me.
Thank you & GOD BLESS US ^^

Selasa, Juli 13, 2010

Menjadi Saksi Kristus : Belajar dari Kisah Hidup Sang Khalil* Gibran (1883 – 1931)

Siapa yang tidak tahu Khalil Gibran? Di negara-negara di seluruh dunia banyak yang mengutip tulisan Khalil Gibran. Entah dikutip dalam buku-buku, lagu, puisi, cerita, pigura, hingga kata-kata mutiara. Ya, saya sendiri dan banyak orang-orang akan setuju kalau setiap karya Khalil Gibran seperti mutiara. Indah dan bersinar terang dalam jiwa.


 

Semasa hidupnya, Khalil Gibran sudah mengarang belasan buku prosa dan pusi dalam bahasa Arab dan Inggris. Beberapa dari hasil karya Gibran sudah ada yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Beberapa diantaranya saya punya, seperti Sang Nabi, Jesus the Son of Man, Between Night & Morn (Antara Malam & Pagi) dan beberapa buku kumpulan puisi-puisi karya Gibran.


 

Saya sangat mengagumi sosok seorang Khalil Gibran. Bukan hanya karena karya-karyanya yang menginspirasi saya. Tapi juga karena karya-karya Gibran mengajarkan saya dan mengingatkan saya banyak hal. Salah satunya adalah Gibran memberikan saya pelajaran untuk terus menjadi berkat bagi orang lain walaupun hidup kita sendiri tidak selalu baik, nyaman dan lancar. Seperti hidupnya sendiri.


 

Kalau kita yang membaca karya-karya Gibran kita mungkin mengira ia memiliki hidup yang indah, seindah karya-karyanya. Tapi sebenarnya hidup Gibran yang nyata tak seindah mutiara-mutiara yang dihasilkannya. Ia justru hidup dengan banyak penderitaan. Kalau saya jadi seorang Gibran atau saya hidup seperti kehidupan yang Gibran miliki, mungkin saya tidak akan kuat seperti Gibran yang tetap kuat dan tegar hingga akhir hidupnya. Setiap kali saya membaca biografi singkat tentang kehidupan Gibran, saya selalu ingin menangis. Saya seperti merasakan penderitaan yang dulu Gibran rasakan. Tapi saya bangga karena Gibran adalah seorang yang luar biasa karena ia tetap kuat dan tegar bahkan menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Walau pun semasa hidupnya Gibran sering mendapatkan duka. Duka itu tak membuatnya patah dan menyerah. Ia terus berjuang dan terus menghasilkan karya-karya yang menyuarakan kebenaran dan karya itu menjadi akrab dalam hati banyak orang, termasuk hati saya.


 

Kalau saya bercermin pada kehidupan Gibran dan melihat kehidupan orang lain terlebih hidup dan diri saya sendiri, mungkin saya tidak bisa sekuat Gibran. Banyak orang termasuk saya tidak akan bisa bertahan dengan penderitaan. Lihat saja sekeliling kita. banyak orang yang tertimpa masalah dan penderitaan tapi bukannya memilih untuk kuat dan menyelesaikan persoalan hidupnya namun mencari pelampiasan kepada hal-hal buruk yang merusak bahkan banyak yang menyerah. Banyak kasus bunuh diri. Banyak kasus orang-orang terlibat kejahatan, mati karena mabuk-mabukan dan mengkonsumsi narkoba. Tapi Gibran bertahan. Semua itu karena ia tahu arti hidupnya. Mengapa ia hidup dan untuk siapa dia hidup. Ia hidup karena Kristus telah mati baginya. Ia hidup untuk Kristus, sebagai saksi Kristus, agar menjadi berkat bagi banyak orang lewat karya-karyanya. Dan sekarang terbukti, lama setelah Gibran meninggal, karya-karyanya tetap hidup dan menginspirasi banyak orang di seluruh dunia.


 

Khalil Gibran adalah seorang sastrawan Arab yang berkebangsaan Lebanon. Gibran lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di sebuah desa yang sunyi, kecil, sering dilanda badai, petir dan gemba. Desa itu bernama Desa Beshari yang terletak di lereng pegunungan Al-Arz. Makanya jangan heran kalau di banyak karyanya Gibran mengungkapkan kecintaannya akan alam.


 

Ayah Gibran adalah seorang petani yang suka mabuk-mabukan dan suka memukul siapa saja. Ayahnya adalah seorang yang kasar. Sedangkan ibunya adalah seorang putri pendeta yang sangat suka menyanyi dan membaca. Semasa kecilnya Gibran tinggal di Lebanon, ia tidak pernah bersekolah. Tapi ia sangat senang belajar bahasa. Ia belajar bahasa Arab, Perancis dan Inggris dari ibunya. Saya pikir kecintaan Gibran akan karya seni berasal dari ibunya yang juga cinta akan karya seni.


 

Sekitar usia 10 tahun, tepatnya sekitar tahun 1893, Gibran bersama ibu dan kedua adiknya yaitu Mariana dan Sultana, pindah ke Amerika. Mereka menyusul kakak Gibran yang bernama Boutros (=Petrus) yang sudah terlebih dahulu pindah ke Amerika dan menjadi pencari nafkah bagi keluarga sebagai pelayan toko. Namun karena usia Boutros pada waktu itu masih belasan tahun, jadi penghasilannya tidak mencukupi untuk membiayai keluarganya. Hal ini menyebabkan Gibran dan keluarganya tinggal di apartemen kecil dan padat di perkampungan kumuh orang Cina di Boston. Namun, beruntungnya Gibran bisa bersekolah. Para guru Gibran pun terkesima karena kecerdasannya. Karya seni sastra dan seni lukis Gibran membuat orang-orang terkesan dan terpukau. Tiga tahun lamanya Gibran bersekolah di Boston dan beradaptasi dengan budaya Amerika.


 

Pada tahun 1896, tiga tahun kemudian, di saat usia Gibran 13 tahun, ia kembali pulang ke Lebanon. Ia pulang karena rasa rindu akan kampung halamannya. Di Lebanon Gibran masuk Seminari Madrasah Al-Hikmah, sebuah seminari yang mengutamakan pertumbuhan spiritualitas. Gibran bersekolah di sini untuk belajar sastra Arab kuno. Setiap hari para murid dan guru berkontemplasi di depan salib Kristus. Pertumbuhan spiritualitas dan semua pengalaman di Seminari inilah yang kemudian berdampak besar bagi sikap religius Gibran dalam karya-karya sastra dan lukisnya. Ia bersekolah di Seminar ini dari tahun 1898-1901.


 

Kemudian pada usia 18 tahun, sekitar tahun 1901, Gibran pindah ke Paris, Perancis, untuk belajar seni lukis. Selama di Paris ini ia menulis drama pertamanya. Tapi setahun kemudian, sekitar tahun 1902 Gibran kembali ke Boston karena adiknya Sultana sakit. Sultana menderita tuberkulose dan kemudian meninggal dunia. Gibran sangat terpukul. Terlebih musibah lainnya kembali datang. Belum genap setahun setelah meninggalnya Sultana, kakak Gibran yang merupakan pencari nafkah keluarga, Boutros, kemudian meninggal dunia. Lalu empat bulan kemudian setelah kematian Boutros, ibu Gibran juga meninggal dunia. Kepergian Boutros dan ibu Gibran ini kira-kira terjadi sekitar bulan Maret – Juni 1903.


 

Usianya baru 20 tahun dan sudah mengalami banyak kehilangan orang-orang yang dikasihinya. Tahun-tahun itu merupakan tahun yang terberat dalam kehidupan Gibran. Karya pertamanya, "Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York. Karya pertama ini berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras bagi beberapa orang dan meyerang orang-orang tersebut karena Gibran melihat mereka sebagai orang-orang yang korup. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronite. Tapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.


 

Ia kemudian hidup berdua dengan adiknya, Mariana. Maka mereka berdua harus bekerja untuk menyambung hidup. Mariana kemudian bekerja menerima jahitan dan Gibran bekerja menjilid buku di percetakan. Selain itu Gibran terus melukis dan menjajakan lukisannya. Karya-karya Gibran pun masih terbit dan karir seni Girbran saat itu dibiayai oleh adiknya Mariana, hasil dari pekerjaan menjahitnya di Miss Teahan's Gowns. Pada tahun 1904 Gibran telah melakukan pameran seni pertamanya di Boston. Buku pertama Gibran, "AL-MUSIQA (1905)" adalah tentang musik.


 

Pada usia 25 tahun, sekitar tahun 1908, Gibran kembali ke Paris. Di Paris Gibran hidup senang dan secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua. Dari tahun 1909 sampai 1910, Gibran belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy.


 

Kemudian Gibran Kembali ke Boston dan mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Gibran juga mengambil alih pembiayaan keluarganya. Pada tahun 1911 di usianya yang ke-28 tahun, Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempatnya melukis dan menulis.


 

Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Karya Gibran ini memberikan pengaruh yang besar bagi dunia Arab. Hal ini karena untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang di-nomor-duakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Kontribusi Gibran bagi dunia Timur tak berhenti disitu. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan non-pemerintah bagi masyarakat Syria yang tinggal di Amerika.


 

Gibran terus menulis semenjak karya pertamanya itu terbit. Karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa saat ia masih sebagai seorang siswa di Lebanon.Karya-karya itu aslinya ditulis dalam bahasa Arab,namun tidak dipublikasikan seketika itu. Kemudian Gibran menulis ulang dan mengembangkan karya-karyanya yang sudah ditulisnya dalam bahasa Arab itu ke dalam bahasa Inggris. Proses pengembangan dan penulisan ulang sekitar tahun 1918-1922.


 

Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris yang berjudul "The Madman". Setelah itu Gibran menghasilkan karya yang berbahasa Inggris lainnya yaitu "Twenty Drawing (1919)" dan "The Forerunne (1020)". Namun dibalik karya-karya yang satu per satu lahir dari buah pemikiran Gibran, penderitaan tak berhenti sebatas kehilangan dua saudara dan ibunya. Suatu hari Gibran ikut dalam sebuah pameran, namun naasnya ruang pameran beserta semua lukisan Gibran musnah terbakar. Ini semua hanyalah sebagian kecil dari banyak penderitaan Gibran semasa hidupnya.


 

Sepanjang hidupnya, Gibran terus mengalami musibah yang silih berganti. Tapi ia terus tegar dan menjalani hidupnya dengan menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Inilah kesaksian Gibran bahwa justru semua penderitaan yang dialaminya membuatnya bertumbuh menjadi seorang yang bijak. Semua penderitaan dan kesedihan dalam hidupnya dianggapnya sebagai setiap musim yang menakjubkan. Ketakjuban Gibran akan kehidupannya tertulis jelas dalam karya-karyanya.


 

Gibran mengibaratkan kehidupannya seperti kerang yang berusaha membentuk mutiara yang indah. Dan memang sepanjang hidupnya karya-karya yang dihasilkan Gibran seperti mutiara yang indah. Banyak orang di seluruh dunia yang mengagungkan Kahlil Gibran, menyukai karya-karyanya dan menjadikan karya-karya itu sebagai kata-kata mutiara yang menyinari jiwa. Namun tidak semua orang tahu bahwa karya-karya indah seindah mutiara yang penuh ilham itu berasal dari kerang yang sedang menderita luka dan kesakitan.


 

Pada usia 40-an sekitar tahun 1923 Gibran menderita penyakit dan jatuh sakit. Namun ia terus berkarya bahkan dalam penderitaannya ia semakin kreatif dan produktif. Beberapa hasil karya Gibran semasa sakitnya ini adalah "The Prophet (Sang Nabi, 1923)" yang paling terkenal dan sudah diterjemahkan lebih dari 20 bahasa di dunia, "Sand and Foam (1926)", dan "Jesus the Son of Man (1928)". Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929.


 

Ia merasa menanggung suatu penderitaan hidup yang ingin dibagi kepada orang lain sebagai kesaksian hidupnya. Gibran menghayati hidupnya sebagai anugerah seperti mahkota sekaligus salib. Mahkota karena hidup ini seperti mahkota keagungan yang berharga dan harganya tak ternilai. Salib karena sebagai pengikut Kristus ia harus rela memikul salibnya setiap hari. Gibran merenung bahwa mengikut Kristus adalah memakai mahkota keagungan sekaligus memikul salib penderitaan.


 

Pada tanggal 10 April tahun 1931 saat usia Gibran 48 tahun, ia meninggal dunia, tepat jam 11.00 malam waktu setempat. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC. Tapi selama ia berjuang dengan penyakitnya ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, Gibran sempat dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village. Sebelum meninggal ia sudah menyelesaikan sebuah karya "The Earth Gods (1931)". Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary Haskell, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setahun setelah kematian Gibran. Kemudian disusul terbiatnya tulisan Gibran yang lain yang berjudul "The Garden of the Prophet".


 

Jenazah Gibran dibawa dari kota New York, Amerika, menuju Lebanon. Jenazahnya disemayamkan di Gereja St. George di Beirut. Saat persemayamannya hadir banyak orang dari berbagai keyakinan seperti Sunni, Shi'a, Druze, Yahudi, Ortodoks, Yunani, Maronit, Anglikan, Katolik, Protestan dan lainnya. Kemudian Gibran dimakamkan dalam sebuah gua di Biara Mar Sarkis pada tanggal 21 Agustus. Tempat ini dulunya merupakan tempat dimana saat kanak-kanak Gibran suka duduk termenung dan merenung di bawah pohon aras dan memandangi bukit dan lembah. Dimana Gibran merasa sangat dekat dan karib dengan bumi dan akrab dengan sorga.


 

Gibran sepanjang hidupnya menjadi saksi Kristus lewat karya-karyanya. Ia menghasilkan banyak karya yang menjadi berkat bagi banyak orang di dunia. Berkat yang mengilhami dan menginspirasi banyak orang. Seperti salah satu tulisannya :


 

"............

Pabila tutur kataku merupakan kebenaran,

kebenaran itu akan mewujudkan diri dalam suara yang lebih bening

berupa kata-kata yang lebih akrab dengan lubuk hati.


 

Aku pergi bersama angin,

Tetapi bukan menuju alam kekosongan.


 

Pabila hari ini belum merupakan pemenuhan kebutuhanmu,

belum menjadi perwujudan kasihku yang sempurna,

biarlah dia menjadi perjanjian antara kau dan aku,

perjanjian sampai suatu hari lain kita bersua."


 

Puluhan tahun berlalu setelah kematian seorang sastrawan luar biasa, Khalil Gibran. Namun seperti harapan Gibran, kebenaran-kebenaran yang dikatakan Gibran telah mewujudkan diri menjadi suara yang lebih bening. Menjadi kata-kata seperti mutiara, yang bersinar dan terasa lebih akrab dalam hati dan jiwa setiap orang yang membacanya.


 

"Kami adalah anak-anak Duka; kami adalah pujangga, nabi serta musisi. Kami tenun pakaian bagi dewi dari benang-benang hati kami, dan kami penuhi tangan para malaikan dengan benih dari batin kami sendiri.


 

Engkau adalah anak-anak yang mengejar kesenangan duniawi. Engkau tempatkan hatimu di dalam tangan Kekosongan, sebab sentuhan tangan terhadap Kekosongan itu lembut dan mengundang. Engkau tinggal di rumah Ketidak-tahuan, sebab di dalam rumahnya tak ada cermin untuk melihat jiwamu."

-Between Night and Morn : We and You (Antara Malam dan Pagi : Kami dan Dikau)-


 

Walaupun Gibran telah lama pergi, ia pergi ke alam kekekalan bukan alam kekosongan. Ia sedang bersama-sama dengan Kristus di Sorga. Gibran juga yakin bahwa suatu hari nanti, setiap orang yang percaya dan menjalani hidup ini sebagai saksi Kristus yang menyuarakan kebenaran dan menyebarkan perdamaian, maka orang-orang itu akan bertemu lagi bersama-sama dia di Sorga.


 

Terimakasih Tuhan, untuk keberadaan seorang Kahlil Gibran dan talenta luar biasa yang Kau anugerahkan untuknya. Terimakasih saya boleh mengenal karya-karyanya dan belajar dari kehidupan seorang Gibran.


 

Terimakasih Gibran, untuk karya-karya luar biasa yang kau hasilkan, yang terus hidup hingga hari ini walaupun jasadmu sudah lama mati, yang menyuarakan kesaksian tentang hidupmu. Terimakasih untuk membaginya kepada semua orang di dunia ini. Semoga semakin banyak orang yang membacanya dan terinspirasi untuk menjalani hidup ini dengan baik dan benar. Semoga semakin banyak orang Kristen khususnya yang menyadari bahwa menjadi Kristen adalah menjadi saksi Kristus yang hidup dengan gaya hidup Kristus.


 

Kalau Gibran dengan banyak penderitaannya mampu menjadi saksi Kristus yang menjadi berkat hingga sekarang, bagaimana dengan saya dan Anda yang mengaku Kristen, tiap hari Minggu beribadah rutin di Gereja, yang di banyak situs pertemanan mencantumkan "I Love Jesus" ; "Jesus forever"; atau banyak slogan-slogan kebanggaan lainnya?


 

Selamat belajar menjadi saksi Kristus yang hidup dengan gaya hidup Kristus!


 

Dan...,


 

sampai bertemu di rumah Bapa di Sorga, inspirator idolaku, Kahlil Gibran!


 


 

With love,

Jean.


 

Denpasar, awal Juli 2010.

Informasi biografi diperoleh dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar