WELCOME TO MY BLOG

Welcome to my Blog。◕‿‿◕。!!
Thank you for visiting.
Please leave some comments in every page you read.
Also, please noted that this is originally my works and I have rights of these all. So for re-post or re-use, confirm 1st to me.
Thank you & GOD BLESS US ^^

Rabu, November 10, 2010

MURNI BENCANA ALAM-KAH ATAU AKIBAT ULAH MANUSIA?

Saya pribadi menyakini bahwa satu sisi dalam hidup ini terjadi karena aturan “sebab-akibat”. Dimana segala sesuatu yang terjadi ada kemungkinan merupakan suatu akibat atas kelakuan / perbuatan / pekerjaan / apapun yang kita lakukan sebelumnya. Artinya dalam segala hal yang terjadi saat ini bisa jadi ada penyebabnya.

Memang tidak semua hal bisa digeneralisir sebagai suatu bentuk “sebab-akibat”, tapi kita bisa berinstrospeksi atas setiap hal dalam hidup kita, apakah ini murni “anugerah” atau “hadiah” yang tanpa campur tangan kita di dalamnya atau memang karena ulah kita sendiri yang disebut “sebab-akibat”. Hidup dan mati adalah contoh nyata di mana kejadian ini murni pemberian TUHAN saja. Saya pribadi mengimani atau menyakininya sebagai suatu “anugerah” bukanlah “sebab-akibat”. Karena hidup dan mati memang merupakan hak prerogatif TUHAN yang mutlak (absolut) dan tidak bisa dicampur-adukkan oleh kekuasaan siapapun, entah itu dewa/dewi, malaikat, setan bahkan manusia sendiri.

Namun beda halnya saat saya melihat bencana yang terjadi dalam kehidupan manusia. Contoh saja yang kita, sebagian besar orang menyebutnya “bencana alam”. Seolah-olah kita, manusia ini, mencari kambing hitam untuk disalahkan, padahal bisa jadi itu akibat kelakuan kita sendiri yang kita sadari atau tidak, kitalah biang keladi atau biang kerok permasalahannya. Banjir bandang di Provinsi Papua baru-baru ini adalah contoh nyata. Kita, sebagian besar orang mengklaim kejadian tersebut adalah murni “bencana alam”. Karena perubahan iklim dan pemanasan global, yang memang beberapa tahun terakhir ini menjadi isu besar di seluruh dunia. Namun kita lupa, perubahan iklim dan pemanasan global pun tidak terjadi begitu saja tanpa ada sebabnya. Kita menutup mata dan hati kita, bersembunyi dari cermin besar yang alam bentangkan setiap harinya, bahwa kitalah, Anda dan saya, kita semua, para penyebab perubahan iklim dan pemanasan global di bumi ini. Maka, jangan salahkan alam.

Saya meyakini, seperti yang diajarkan menurut keyakinan saya, bahwa semua yang TUHAN ciptakan di bumi dan dunia ini adalah baik, karena tujuan Sang Pencipta untuk pekerjaan baik. Namun, jangan lupa, bahwa segala sesuatu itu bersisi dua dalam sifat netralnya: ada negatif dan positif. Ia akan selalu menjadi positif apabila digunakan dengan positif. Tapi, ia akan menjadi sama negatifnya apabila digunakan dengan negatif. Maka, bukan salah alam atau apapun yang menjadi ciptaan lainnya yang TUHAN berikan di bumi ini bagi kehidupan manusia, kalau mereka seolah-olah bersikap negatif bagi kehidupan manusia. Karena mereka bersifat netral dengan dua sisinya yang tak terpisahkan. Manusia-lah sebagai mahluk dengan derajat tertinggi di antara ciptaan lainnya, harus memanfaatkan segala yang ada dengan benar dan bijak!

STOP menyalahkan alam! STOP menyalahkan TUHAN!

Berkacalah dan lihat kedalam hidup kita masing-masing, maka akan kita temukan bahwa penjahat terbesar dan terjahat adalah diri kita sendiri!

Jujurlah kepada diri kita, karena TUHAN tahu, dan kita pun sebenarnya tahu, bahwa kitalah penyebab segala kekacauan itu!

TUHAN menciptakan manusia dengan kehendak yang bebas, karena TUHAN adalah Sang Pencipta yang demokratis. Ia memberikan kita free will di mana kita bisa memilih sesuai keinginan hati kita. Adam dan Hawa saja jatuh ke dalam dosa bukan karena godaan iblis, tapi karena Hawa memilih untuk menuruti keinginan iblis dibandingkan perintah ALLAH. See?

 Maka, dengan segala bencana alam yang terjadi di sekitar kita, berkacalah dan lihatlah dengan jujur kepada diri kita masing-masing, lihatlah pelaku dibalik semua bencana tersebut. Ya, pelaku itu terpampang jelas dihadapanmu saat engkau berkaca disitu. Ya, pelaku itu kamu!

Kita semua adalah pelaku kejahatan atas bencana-bencana yang terjadi di sekitar kita. Banjir, macet, kecelakaan lalu lintas, longsor, perubahan iklim, pemanasan global, kebakaran hutan, dan lainnya. Kitalah SANG BIANG KELADI!

Berapa triliun bahkan lebih, pohon-pohon besar yang kita tebang dengan alasan untuk keperluan impor, keperluan industri dan keperluan pemenuhan kebutuhan hidup kita. Berapa banyak hutan yang merupakan penghasil oksigen kita ubah menjadi kebun sawit dengan alasan keuntungan ekonomi belaka. Berapa banyak hutan ditebang dengan illegal dan menyuap para pemegang kekuasaan, padahal hutan merupakan rumah bagi ribuan spesies lainnya yang menjadi satu rantai kehidupan dengan manusia. Padahal, seandainya kita mau sedikit bijak saja berprilaku sebagai konsumen dan bertanggung jawab, maka tidak perlu eksploitasi besar-besaran atas hutan-hutan kita.

Bukankah kita semua saat sekolah dasar sudah diajarkan tentang rantai makanan dan rantai kehidupan?? Satu rantai kehidupan rusak, maka akan menyebabkan kehidupan spesies lainnya terganggu dan mungkin punah. Satu saja spesies punah, kehidupan manusia terancam punah. Kenapa saat kita semakin tua, seharusnya lebih dewasa, serta semakin pandai dengan banyak pengatahuan yang sudah kita terima, justru kita lebih bodoh dibandingkan anak-anak sekolah dasar??

Seandainya saja kita, Anda dan saya tidak serakah untuk mengeruk keuntungan atas hasil alam, maka alam kita tidak akan rusak dan menghasilkan bencana. Apalagi yang bisa alam hasilkan apabila sumber daya-nya kita buat kritis dan hampir mati? Alam pun, kalau bisa, pastilah tak akan memberikan kita bencana-bencana. Tapi ingat, ia netral, jangan lupa! Ia tidak bisa merasa sakit atau senang. Seberapa banyak kerusakan kita buat kepada alam, ia hanya diam tak akan bicara. Ia hanya hidup menurut perlakuan para penguasanya, yaitu manusia. Maka, bagaimana kita memperlakukan alam kita, itulah yang akan kita dapatkan kelak akibat kelakuan kita!

Jangan salahkan alam apalagi TUHAN! Ingatlah bahwa segalanya diberikan kepada kita agar kita menjadi lebih baik. Tapi yang menentukan kita menjadi lebih baik atau tidak, bukanlah alam atau TUHAN, tapi diri kita sendiri! Kita yang menggunakan segala pemberian TUHAN. Maka, apabila kita menggunakannya dengan baik, maka kita jadi semakin baik. Tapi apabila sebaliknya, maka kitalah yang membuat diri kita semakin buruk dan rusak! Ingat juga, walaupun kita diberikan wewenang sebagai penguasa sumber daya alam oleh TUHAN, itu semata-mata dengan tujuan agar kita bisa merawat dan menguasainya dengan benar, bukan justru menggunakan wewenang kita dengan serakah untuk mengeksploitasinya dan merusaknya!

Maka, saat kita mengalami bencana yang terkait dengan alam: banjir, longsor, kebakaran hutan, kekeringan yang menyebabkan kelaparan, gelombang pasang, dan sejenisnya, ingatlah bahwa itu bukan salah alam! Jangan sekali-kali menyalahkan alam lagi dan berhenti mencari kambing hitam. Lihatlah kepada diri kita sendiri, apa yang sudah kita perbuat di hari-hari kemarin. Lalu, perbaikilah sebaik mungkin agar kita tidak lagi menuai akibat yang sama berulang-ulang karena kelakuan kita yang buruk kepada alam!

Apa yang kita tabur, maka itulah yang akan kita tuai. Benih yang baik tidak pernah menjadi buah yang buruk. Padi yang ditanam tidak akan pernah berubah menjadi ilalang, seperti ilalang yang walaupun serupa padi, tidak akan pernah menjadi sama dengan padi!

Marilah kita menabur benih yang baik agar kita hidup dengan tuaian yang baik. Bijaklah menguasai alam kita dan pikirkan kehidupan anak cucu kita besok! Semua ada di tangan kita hari ini.

Salam dengan cinta,
Jean. 

Palangkaraya, 8 Oktober 2010

MARAH (Apa dan Bagaimana saat saya MARAH)

Marah itu definisinya bermacam-macam. Banyak orang bisa ngomong kata "MARAH" tapi tidak benar-benar mengerti arti dan tujuannya kenapa harus MARAH.

Dalam kamus bahasa inggris, “Anger” ( marah ) diartikan sebagai: “The strong feeling that you have when something has happened that you think is bad and unfair”.  Kalau diterjemahkan secara bebas kedalam Bahasa Indonesia artinya: Perasaan yang kuat yang kamu rasakan ketika sesuatu yang dirasa buruk dan tidak adil telah terjadi.


Dalam kamus Bahasa Indonesia, “Marah” diartikan sebagai Perasaan tidak senang”.

Sering kali orang yang tidak tahu arti MARAH, lalu saat ia mengalami KEMARAHAN, maka orang tersebut tidak mampu mengontrol dan mengendalikan (Anger management). Inilah yang menyebabkan kecenderungan orang merasakan AMARAH atau orang MARAH lalu berbuat kesalahan. Sekali lagi, marah itu tidak selalu negatif, karena marah juga penting bagi perkembangan emosi. Hanya, karena marah bisa berdampak negatif dan positif, maka harus benar-benar dijaga perasaan "AMARAH" tersebut.

Dalam Amarah atau saat Marah, empat ciri dasar ini selalu akan terungkap :

1. Amarah  sebagai emosi.
Emosi itu ibarat sebuah garpu pengangkat jerami, yang mempunyai tiga gigi,gigi yang pertama adalah "berpikir". Jika Anda marah, Anda berpikir menurut suatu cara tertentu. Gigi kedua adalah ketegangan fisik. Jika anda marah denyut jantung Anda akan bersetak lebih kencang, tekanan darah dan pernafasan meningkat. Elemen ketiga adalah tingkah laku, berupa reaksi terhadap suatu situasi

Dalam bahasa Inggris sendiri kata emosi atau emotion [noun=kata benda (abstrak) ]. Dalam kamus Oxford Leaner's Pocket Dictionary, Emotion  berarti strong feeling, eg.  love, joy, fear or hate, termasuk juga angry (marah).
Jadi ini adalah wajar saat manusia merasa Marah atau merasakan amarah. Justru secara psikologi tidak normal kalau seseorang tidak bisa merasakan amarah. Ada yang salah dengan respon psikisnya. Namun, tetap marah yang sehatlah yang baik. (Saya pribadi sedang belajar mengendalikan amarah menjadi marah yang sehat).

2. Amarah sebagai perasaan.
Contohnya saat saya bersitegang dengan seseorang. Saya mungkin saja berteriak-teriak, mengomel, mengeluh, membentak dan atau cara lain yang mengungkapkan perasaan tersebut. Lima menit atau berjam-jam kemudian, amarah saya menurun. Saya sudah tidak lagi berteriak-teriak, tetapi kemudian saya harus menghadapi dampak dari komponen perasaan akibat marah, yaitu : tersinggung, kesal, kurang percaya diri, depresi. Amarah adalah perasaan, karena amarah mengubah kesan anda terhadap sesuatu orang seseorang yang lain. Banyak orang beranggapan keliru, dengan menganggap bahwa perasaan itu bisa "salah" atau "benar". Padahal perasaan itu hanyalah ungkapan dari cara mereka merasakan sesuatu. Sekali Anda menyadari perasaan Anda, terutama amarah, Anda dapat memilih apakah Anda ingin mengungkapkan atau tidak.

3. Amarah itu komunikator.
Marah atau Amarah itu sebenarnya adalah bentuk komunikasi karena saat saya marah atau saat saya merasakan amarah, saya sedang mengkomunikasikan informasi. Amarah kita mengungkapkan ketidak senangan kepada orang lain. banyak diantara kita semasa anak-anak telah diajar bahwa mengungkapkan kemarahan adalah keakuan yang tidak pantas. Padahal ajaran ini salah besar! Tidak sesederhana itu! Setiap orang punya hak atas amarah, seperti halnya setiap orang juga punya hak atas persaan. TUHAN saja bisa marah kan :)
Beberapa orang mengkomunikasikan amarah mereka dengan berteriak, yang lain dengan menggunakan "gaya marah tapi diam". Ada juga yang menggunakan gaya marah diam tapi memerlukan teman untuk curhat. Setiap orang berbeda-beda.

4. Amarah itu punya konsekuensi.
Marah atau Amarah itu menimbulkan konsekuensi negatif maupun positif. Amarah adalah sumber daya yang ampua yang dapat menciptakan keakraban atau justru menjauhkan orang lain. Menjauhkan kalau marah atau amarah tidak dikomunikasikan secara terbuka dan jujur. Tapi Mendekatkan hubungan saat saya dapat mengakui amarah dan mengarahkanya secara positif. Ini tidak mudah! Saya sendiri seorang yang gampang marah (saya akui itu :D). Maka, marah atau amarah perlu dikendalikan supaya saat saya merasakannya saya dapat menyalurkannya, sehingga saya dapat meningkatkan dampak positifnya dan memperkecil konsekuensi negatifnya.

Jadi, kesimpulannya wajar kalau seseorang MARAH atau merasakan AMARAH. Hanya, bukan berarti hal ini menjadi pembelaan terhadap marah yang negatif (termasuk koreksi untuk diri saya pribadi).

Lalu, kenapa saya sengaja menulis note ini?
Karena saya gampang sekali marah, dan saya sadar kemarahan saya (walau tidak saya ungkapkan dengan ekstrim) membuat orang-orang terdekat saya tidak nyaman dan berprasangka.

Saya gampang marah saat saya mengalami sesuatu yang buruk yang cenderung disebabkan oleh kelakuan orang lain sehingga merugikan saya baik secara materi maupun non materi.

Saya marah, saat buku-buku saja dipinjam si A lalu si A meminjamkan kepada orang lain lagi tanpa pemberitahuan sehingga saat saya butuh buku tersebut saya kesusahan mencarinya, lalu tidak dikembalikan lagi kepada saya. Apalagi saat sii peminjam pura-pura merasa tidak pernah meminjam buku saya. (Sudah banyak buku-buku saya yang dipinjam dan tidak pernah dikembalikan. Buat saya, semurah apapun sebuah buku, sangat berharga nilainya karena setiap buku punya arti dan informasi penting buat saya).

Saya marah saat barang saya dipinjam, tanpa pemberitahuan, tidak diletakkan kembali ke tempatnya dengan baik, sehingga saya kesulitan mencari barang tersebut. Yang membuat saya sering jengkel saat barang saya dipinjam bertahun-tahun, tidak dikembalikan dan si peminjam cuek, sampai barang saya tersebut rusak dan tidak bisa digunakan lagi. Terlebih kalau barang itu pemberian sahabat/keluarga saya. (Setiap barang, bagi saya, termasuk buku, punya arti tersendiri. Itu sebabnya saya punya barang tersebut).

Saya marah saat petugas POM BENSIN mengisi motor saya dengan Bio Pertamax sebanyak 20.000 dan sengaja tidak mengembalikan uang kembalian saya saat saya membayar dengan 50.000 atau lebih. Saat saya menangih petugas tersebut mengelak bahkan mengatakan saya tidak pernah mengisi bahan bakar disitu.

Saya marah saat seseorang berjanji tapi kata-katanya tidak bisa ditepati, tanpa konfirmasi lagi. Saya marah saat seseorang berbicara plin plan, mau ini, mau itu, tapi tidak jelas.

Saya marah saat seseorang berbohong, apalagi mengikut-sertakan orang lain dalam kebohongannya, hanya karena ia tidak mau menjawab pertanyaan atau permintaan saya. Lebih baik bilang TIDAK, dari pada IYA tapi ternyata ujung-ujungnya TIDAK.

Saya marah, saat saya berbuat salah, tapi teman saya justru membicarakan saya di belakang, bukannya menegur saya secara pribadi dan membantu saya untuk menjadi seorang yang lebih baik. Bukankah seorang teman itu saling memperbaiki?!

Saya marah saat orang seenaknya memperlakukan orang lain, mendiskriminasi, menghina, merendahkan bahkan membeda-bedakan. Saya marah saat orang bersikap seolah-olah ia paling hebat padahal sebenarnya ia tidak lebih baik dari orang lain.

Saya marah saat seseorang sadar dia salah, bukannya memperbaiki kesalahannya justru senang melakukan kesalahan tersebut berulang kali.

 Tapi, saat saya tidak pernah marah sampai saya berteriak-teriak atau memaki orang lain. Saat saya marah, saya akan diam, walau bad mood dan bikin semua orang di sebelah saya jadi ikutan bad mood, saya akan berusaha sebisa mungkin tidak mengungkapkan kemarahan saya dengan memaki, karena artinya saya marah tidak sehat.

Saat saya marah, saya akan diam, berusaha menenangkan diri saya dan mengontrol amarah saya tanpa merusak benda, melakukan kekerasan fisik kepada orang lain atau melukai diri saya sendiri. Walaupun saya bisa saja nyolot saat berbicara atau dengan nada sedikit tinggi, tapi saya berusaha menenangkan diri. Tidak mudah mengendalikan amarah. Tidak enak juga menahannya. Saya bergumul keras dengan itu, apalagi saya punya prinsip, aturan dan idealisme yang sering kali kebanyakan orang sulit melakukannya, misalnya saja dengan memperlakukan barang milik saya dengan baik.
Saya tidak pelit, barang saya boleh dipinjam dan dipakai, tapi tolong dirawat. Apalagi kalau barang orang lain yang dititipkan kepada saya, dipakai, tolong dirawat dan segera dikembalikan saat tidak lagi dipakai, karena bagaimana pun itu barang orang lain, bulan barang saya. Uang saya boleh dipinjam, tapi saat bilang pinjam tolong dikembalikan karena itu berasal dari orang tua saya, atau lebih baik bilang minta, karena saya tidak enak menagihnya.

Saya gampang marah saat sesuatu yang buruk dilakukan orang lain kepada saya. Tapi saya bukan seorang pendendam. Sekarang marah, sejam lagi saya sudah biasa dan melupakan amarah saya. Saya tidak suka menyimpannya lama-lama.

So, marah itu wajar karena saya seorang manusia. Tapi, ini bukan berarti pembelaan, karena marah juga harus dikendalikan supaya jadi marah yang sehat. :)




juga di posting di account FB http://www.facebook.com/note.php?note_id=452613251855

:: Sudahkah Kujadikan YESUS Sebagai Sahabatku? :: (Christian's)

YESUS, ALLAH yang mewujud dalam diri seorang manusia, menawarkan diri-NYA dan menjadikan diri-NYA sahabat bagi semua orang. Kapan pun. Di mana pun.

YESUS, Tuhan dan Juruselamat yang hidup, pernah berkata kepada ke-12 murid-murid-NYA, bahwa IA adalah sahabat mereka (Yohanes 15:15). Perkataan ini juga berlaku bagi kita, semua orang yang percaya dan menerima YESUS KRISTUS sebagai TUHAN dan JURUSELAMAT. Kita, kamu dan aku, adalah sahabat-sahabat YESUS KRISTUS.

Menjadi sahabat adalah hidup dalam hubungan yang terdapat sifat kohesi atau daya tarik-menarik. Secara fisik tertuang dalam perjumpaan tatap muka, saling berbagi cerita, saling mengunjungi dan saling menyemangati satu sama lainnya secara langsung. Apabila jarak menjadi pemisah, maka secara psikis sahabat akan saling teringat, saling berhubungan dalam doa, saling berkirim surat dan saling berkomunikasi dengan telepon. "Jauh di mata, dekat di hati", begitulah sahabat.

Saat kita mejadi sahabat Kristus, sulit berjumpa secara fisik dalam waktu sekarang ini, namun kita tetap berhubungan secara roh. Secara spiritual. Secara tak terlihat tapi dapat dirasakan. Roh-NYA tinggal bersama kita, di dalam kita, menyatu dan tak terpisahkan. Kita berhubungan dengan DIA melalui doa, melalui segala yang kita dengar, yang kita rasakan, yang kita lihat, yang kita kecap dan yang kita pikirkan.

Lalu, aku mengintrospeksi diriku dan melihat dari cermin koreksi diri: SUDAHKAH KUJADIKAN YESUS KRISTUS SEBAGAI SAHABATKU?

Apabila selama ini aku belum pernah berdoa atau berdoa hanya pada saat aku mengalami kesulitan saja. Apabila saat berdoa, bersaat teduh, membaca surat cinta-NYA yang tertulis dalam Alkitab, mendengarkan suara-NYA yang memanggil dan berbicara kepadaku dalam doa dan saat teduhku, saat menyelidiki dan mempelajari Firman-NYA bahkan saat berpuasa atau pun melakukan kebenaran Firman-NYA sehari-hari terasa begitu sulit; aku begitu malas untuk datang kepada-NYA; aku begitu malas untuk merespon panggilan-NYA; aku begitu enggan untuk berdoa; mungkin TUHAN YESUS KRISTUS belum benar-benar kutempatkan di posisi "SEORANG SAHABAT" dalam hidupku. Padahal, IA adalah sahabat yang paling setia, sampai kapan pun!





Denpasar, 2010.
Copyright Jeannita Adisty